watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

SIKSA MEMBAWA NIKMAT

Akhir-akhir ini banyak ditentang kekerasan dalam
keluarga, khususnya tindak kekerasan suami
terhadap isterinya. Akupun sebagai wanita
semula juga setuju dengan penentangan itu.
Tetapi pengalaman yang kujalani memberikan
pandangan lain, aku bisa menerima bahkan amat
menikmati kekerasan yang dilakukan oleh suami
terhadapku.
Aku ingin membagi pengalamanku ini
berdasarkan kenyataan di lapangan, bahwa
banyak wanita mengalami kekerasan dari
suaminya dan mereka mengadakan
penentangan tersebut, baik penentangan itu
berupa tindakan untuk minta cerai maupun
penentangan itu dilakukan secara psikologis saja,
karena ia tidak berdaya. Penentangan,
khususnya penentangan secara psikologis itu
malah membuat si wanita menderita tanpa bisa
berbuat apa-apa. Pengalamanku ini perlu kubagi,
pertama karena ternyata di balik rasa sakit yang
tak terperikan itu, ada rasa nikmat yang jauh
lebih nikmat daripada hanya melayani suami
secara “normal”. Kedua, ternyata banyak juga
pasangan suami isteri yang mengalami masalah
kelainan ini, baik si isteri maupun si suami tapi
karena tidak memahami permasalahannya,
mereka ambil jalan pintas untuk cerai.
Ceiteraku ini kuawali dengan pertanyaan yang
kutujukan pada anda, khususnya pada sesama
wanita. Pernahkah anda menginginkan setiap
saat anda menangis menjerit-jerit kesakitan
sambil meronta-ronta berkelojotan dgn tubuh
berlumuran darah penuh luka? Sama dgn anda,
akupun tak pernah menginginkan, bahkan
memikirkan saja tak pernah. Tapi nasib
membuatku setiap saat membiarkan tubuhku
disiksa sampai aku hrs menjerit melolong-lolong
kesakitan. Namun akhirnya aku bisa menerima
hal itu, bahkan kini aku bisa menikmatinya, kini
justru aku yg memintanya bila Ifan tak
menyiksaku.
Aku benar-benar menjadi ketagihan untuk
mengalami siksaan yang mendatangkan rasa
sakit yang tak terperikan, sebab ternyata di balik
rasa sakit yang amat sangat, bila sampai ke
tahap tertentu ketahanan kita, justru akan kita
rasakan kenikmatan yang jauh lebih hebat
daripada kalau kita melakukannya dengan
normal. Juga bagi suami akan mendatangkan
rasa nikmat yang jauh lebih hebat saat tubuh si
isteri mengejang keras menahan rasa sakit yang
hebat, sebab pada saat itulah vagina si isteri akan
menjepit kuat-kuat kemaluan si suami; dan tentu
saja ini mendatangkan rasa nikmat yang luar
biasa bagi suami.
Ketika aku berpacaran dgn Ifan, akupun tak
pernah membayangkan akan mengalami nasib
spt itu. Ifan penuh perhatian, amat
menyayangiku dan selalu memanjakanku. Ia
juga punya masa depan yg pasti sbg pengusaha
muda yg sukses. Ia benar-benar pria idola gadis-
gadis, ia amat sempurna tiada cacat sedikitpun,
ia amat gagah dan tampan. Akupun hrs bersaing
ketat dgn gadis yg lain utk mendapatkannya,
karena itu aku amat bahagia bisa bersanding di
pelaminan dgnnya.
Aku gemetar ketika hrs tidur berdua dgn Ifan
seusai pesta pernikahandi di malam pertama,
bagiku malam itu pertama kali aku tidur di
samping pria. Tubuhku menggigil dan keringat
membanjiri tubuhku ketika tangan Ifan mulai
menyelinap di balik gaun tidurku dan dgn lembut
meremas susuku. Ingin aku mencegah tangan
itu meneruskan meremas-remas daging lembut
di dadaku, tapi aku sadar bhw aku kini adalah
isterinya. Aku pasrah saja ketika tangannya mulai
membuka baju tidurku dan dgn pelan melepas
satu persatu pakaianku hingga aku tergolek
telanjang bulat di sisinya. Sebenarnya aku malu
sekali ia melihat tubuhku yg telanjang, tapi aku
menyadari bhw Ifan kini adalah suamiku, krn itu
kubiarkan saja ketika bibirnya mulai mengulum
puting susuku. Tubuhku bagaikan kena aliran
listrik, panas dingin nggak karuan ketika lidahnya
mulai menari-nari di susuku, menyebabkan rasa
nikmat yg belum pernah kurasakan, apalagi
ketika kemudian tangan Ifan mulai membelai-
belai dan mengelus-elus kemaluanku dgn tetap
mulutnya mengulum kedua susuku bergantian.
Gairah mulai menggelora dalam tubuhku dan
aku secara mulai menyambut cumbuan Ifan.
Tak ada lagi rasa malu, gejolak dlm diriku
membuatku lupa segalanya, kupagut dan
kupeluk tubuh Ifan dgn gemas dan liar, dan baik
mulut maupun tangan Ifanpun semakin liar
menjelajahi bagian-bagian yg peka di tubuhku
membuat gairahku semakin menggelora dan
aku sudah menantikan saat-saat yg
membahagiakan ketika Ifan mulai menindih
tubuhku dan salah satu bagian tubuh Ifan
mendesak dan menekan ingin menerobos
tubuhku. Aku semakin liar dan ganas memagut
dan memeluk Ifan, seolah-olah ingin semua
tubuhnya kulumat dan kumasukkan ke tubuhku.
Tiba-tiba Ifan mengeluh lalu lemas terkulai di atas
tubuhku. Nafsunya yg tadi menggelora
membakar dirinya padam seketika meski ia tetap
memelukku erat-erat. Aku yg menginginkan
lebih banyak lagi darinya seketika ikut mendingin
dan kembali spt semula. Ifan dgn lemas turun
dari atas tubuhku lalu terpekur diam. Ifan mohon
maaf atas perlakuannya pdku. Aku bisa
memahami sepenuhnya bila ia masih mengingat
Ida, karena itu aku belai-belai kepalanya dng
penuh kasih.
Ternyata kejadian tsb tidak hanya sekali itu saja.
Aku tetap amat bahagia mendampinginya,
kecuali dlm satu hal, setiap dia mau melakukan
fungsinya sbg suami pasti terhenti di tengah
jalan.
Satu kali dua kali aku masih bisa menerimanya
tapi setelah berkali-kali gagal sebenarnya di hati
kecilku mulai tumbuh kekecewaan dan kekesalan
juga, namun semua hal itu kupendam dalam-
dalam dan tak kuperlihatkan betapa kecewa
hatiku ketika gelora nafsu sedang bergolak naik
tiba-tiba hrs dipadamkan. Aku tetap berusaha
tampak bahagia, apalagi Ifan semakin
memanjakan dan memperhatikan aku.Semua
hal hampir tak boleh kukerjakan, dia sendiri yg
mengerjakan. Aku benar-benar tak tahu apa yg
hrs kuperbuat setiap Ifan memohon maaf pdku
setiap kegagalannya. Meski sebulan sudah aku
menjadi pengantin, aku masih tetap perawan.
Malam itu kami menonton video porno di kamar
tamu dan adegan-adegan di film itu membuat
kami terangsang. Satu persatu pakaian kami
lepas dari tubuh kami dan kami bercumbu di
sofa di ruang itu. Tapi kembali ketika sedang
mendaki ke puncak kenikmatan, Ifan melemas
lagi. Entah siapa yg memulai, kami bertengkar
dan itulah pertengkaran pertama kami sejak kami
pacaran. Pertengkaran semakin hebat dan
membuat kami lepas kendali sampai dia
membentak:
“Ika kupukul kau kalau nggak diam!”
Dibentak spt itu bukan membuatku takut, malah
aku menantangnya:
“Coba ayo pukul … ayo pukul …” kataku sambil
mendekatkan diri
“Ika … kuperingatkan kau …” bentaknya tampak
ia benar-benar menahan marah yg luar biasa,
wajahnya merah padam, matanya melotot dan
giginya berkerot-kerot, tapi aku nggak takut
sama sekali, malah membuatku lebih berani.
Mungkin kekecewaan yg selama ini kucoba
untuk kusembunyikan akhirnya meledak juga.
“Ayo kalau kau lelaki, pukul aku … wong kau
selama ini terbukti bukan lelaki …”
Perkataanku belum selesai ketika Ifan tiba-tiba
merenggut cambuk hiasan yg menempel di
dinding ruang tamu dan seolah aku nggak
percaya melihatnya, ia mengangkat cambuk itu
dan …
“Auuuughh…” aku melolong keras sekali,
tubuhku terasa terbelah menjadi dua oleh rasa
sakit yg tak pernah terbayangkan olehku ketika
cambuk itu mendera tepat di dadaku, melibas
kedua susuku terus melingkar ke punggungku.
Kakiku terasa lemah dan tak sanggup menopang
tubuhku, aku jatuh berlutut di karpet. Belum
sempat aku mengambil nafas kembali aku
menjerit sekuat-kuatnya ketika Ifan kembali
menyabetkan cambuk di tangannya ke
punggungku. Gemeretak gigiku menahan rasa
sakit yg menyeruak sampai ke seluruh tubuhku
sampai kepala ini seolah meledak merasakan
rasa sakit yg tiada tertahankan ketika kembali
cambuk itu mendera kedua susuku terus
melibas melingkar memotong tubuhku.
Limbung aku seketika merasakan rasa sakit yg
tiada terperikan itu dan aku jatuh terguling di
karpet. Tampaknya kemarahan Ifan belum
turun, belum sempat aku mengambil nafas,
kembali punggungku serasa terbelah oleh rasa
sakit yg seolah meledakkan kepalaku.
Aku terus berusaha menghindar dgn berguling-
guling di karpet sambil meringkukkan tubuhku
sekecil mungkin tapi Ifan terus mengejar dan
terus menyabetkan cambuk itu berkali-kali.
“Aadduuuhhh … huuhuuhuu … aaampuunnnnn
… hhentikkaannnnn ….aaaaaaddduhhh …
sssaaaakitttttt … hhhhhuuuhhhuuuhhuuuuu ….
aaampuuunnnnn ….” aku memohon-mohon
pada Ifan utk segera menghentikan mencambuki
diriku.
Tiba-tiba Ifan membuang cambuk di tangannya
dan kukira selesai, tetapi ternyata tidak. Ifan lalu
menubruk tubuhku yg meringkuk di lantai,
ditelentangkannya tubuhku dengan kasar lalu ia
menindihku dan tangannya dgn keras meremas
kedua susuku yg luka-luka akibat sabetan
cambuk tadi. Aku merintih dan menangis
kesakitan, rasa sakit akibat cambukan belum
habis kini ditambah dgn Ifan yg dgn buas dan
liar mengulum dan menggigit kedua puting
susuku.
Aku kembali menjerit-jerit kesakitan, tapi Ifan
malah semakin ganas meremas, menggigit dan
entah apalagi yg dilakukan pd diriku. Ketika
kurasakan giginya mengigit puting susuku kuat-
kuat, aku meronta-ronta sambil menangis
karena rasa sakit yang tak tertahankan lagi,
sampai aku ingin pingsan saja.
Dgn kasar direnggangkannya kedua pahaku dan
kembali terasa milik Ifan berusaha menembus
lubang kemaluanku. Ifan dgn liar dan ganas
menekankan miliknya sambil tetap menggigit
susuku membuat aku menangis menjerit-jerit
kesakitan. Ifan bukannya reda melainkan
bertambah ganas dan kuat menekankan miliknya
dan … krekkkkk … terasa ada sesuatu yg robek
dlm lubang kemaluanku.
Aku menjerit pelahan, rasa pedih terasa dlm
kemaluanku dan aku mendorong Ifan, tetapi
apalah arti tenagaku melawan Ifan yg spt
kesetanan itu. Semakin aku mengaduh kesakitan
ia malah semakin kuat dan cepat mengayun-
ayunkan pantat dan bagian bawah tubuhnya
membuat miliknya bergerak keluar masuk
lubang kemaluanku. Rasa nikmat mulai
menyeruak di sela-sela rasa sakit yang masih
mendenyut-denyut di seluruh tubuhku, dan rasa
nikmat itu semakin lama semakin nyata
kurasakan hampir mengalahkan rasa sakit yg
mendera seluruh tubuhku.
Kupagut tubuh Ifan yg masih terus menindih
tubuhku sambil meremas dan mengulum kedua
susuku. Ifan semakin liar dan ganas menggerak-
gerakkan miliknya dalam rongga tubuhku
membuat diriku melayang-layang di awan
kenikmatan sampai pd suatu saat ia
merangkulku sekuat-kuatnya sambil
membenamkan miliknya sedalam mungkin dan
menggerakkan secepat mungkin menyebabkan
rasa nikmat yg belum pernah kurasakan. Aku
melenguh dan memagut dia sekuat-kuatnya dan
kami larut dalam kenikmatan yg tiada tara.
Namun bersamaan dengan itu, rasa sakit yang
amat sangat kembali menyeruak ke otakku
sampai kepalaku terasa mau meledak ketika pada
puncaknya nikmat itu Ifan menggigit puring
susuku kuat-kuat.
Tubuhku meronta dan mengejang menahan
rasa sakit yang amat sangat dan tiba-tiba terasa
vaginaku menjepit milik Ifan dengan kuat dan
Ifan kesulitan menggerakkan miliknya dalam
rongga tubuhku. Namun tampaknya Ifan justru
merasakan puncak kenikmatan dan terasa cairan
hangat menyemprot dari milik Ifan menjadikan
rasa sakit yang kurasakan bercampur rasa sakit
yang tak terhingga.
Hampir pingsan aku merasakannya. Tubuhku
lemas seolah tak bertenaga. Rasa sakit yang
mendenyut-denyut menyadarkanku dan
kutolakkan tubuh Ifan yang masih menindihku.
Berbagai perasaan mengaduk-aduk dalam diriku.
Aku marah, terkejut, menyesal sekaligus juga
senang bercampur aduk. Marah sebab aku tak
menyangka Ifan memukuliku seperti itu.
Terkejut, aku tak menyangka Ifan yang biasanya
menyayangiku tiba-tiba berubah menjadi setan
iblis yang berbuat sekasar itu. Menyesal,
mengapa Ifan sampai berbuat seliar itu
memperkosaku, padahal aku menginginkan
diperlakukan dengan lembut dan hangat. Tapi
aku juga senang, ternyata Ifan nggak impoten
seperti yang kutakutkan; dan aku juga senang
bisa mempersembahkan keperawananku pada
suamiku.
Aku menangis tersedu-sedu, tidak saja oleh
berbagai rasa yang mengaduk-aduk perasaanku
seperti yang kuceriterakan di atas, tapi juga oleh
rasa sakit yang mendenyut-denyut di sekujur
tubuhku. Rasa sakit seolah-olah menyentak-
nyentak dari bekas cambukan di punggung dan
dada, dan bekas gigitan Ifan di puting susuku.
Juga ada rasa perih di selangkanganku.
Rupanya isak tangisku menyadarkan Ifan yang
masih tergolek lemas setelah kutolakkan dari atas
tubuhku. Dengan cepat ia memelukku dan
memohon-mohon maaf padaku sambil ikut
menangis.
Semula aku masih marah dan kutolakkan
tangannya yang mau memelukku. Tapi Ifan
benar-benar menangis kaya anak kecil, ia
memohon-mohon maaf dan berjanji tak akan
berbuat kasar lagi kepadaku. Akhirnya luluh juga
hatiku dan ketika entah ke berapa puluh kalinya ia
memohon maaf, dengan pelan kuanggukkan
kepalaku dan kubiarkan tangannya memelukku.
Ia amat senang aku memaafkannya, dengan
cepat ia bangkit dan menuju kotak P3K.
Diambilnya obat dan kapas. Ifan kembali menjadi
Ifan yang selama ini kukenal, kembali lembut dan
penuh kasih sayang. Dengan masih memohon-
mohon maaf serta berjanji tak akan memukulku
diambilnya handuk dan dibasahinya dengan air
hangat. Disekanya tubuhku yg penuh dengan
bilur-bilur, beberapa di antaranya sampai
mengeluarkan darah.
Aku merintih ketika luka-luka bekas cambukan itu
kena handuk basah. Rasa pedih yang amat
sangat menyentak-nyentak sampai ke otakku,
apalagi setelah diusap dengan obat luka yang
amat pedih kurasakan. Aku tidak hanya merintih,
tetapi menangis sambil mengaduh kesakitan.
Tiba-tiba kurasakan tangan Ifan gemetar dan
matanya yang tadi lembut berubah menjadi
ganas, kembali seperti ketika tadi ia
memperkosaku. Aku semakin meringis kesakitan
sambil mengaduh keras-keras ketika tangannya
yang mengusapkan obat yang amat pedih ke
susuku tiba-tiba mencengkeram kedua susuku
dengan kuatnya. Aku meronta-ronta tapi Ifan
tampak sudah lupa diri. Dengan kasar kedua
tanganku yang berusaha menutupi kedua
susuku dipegangnya dan ditekan ke atas
kepalaku. Dengan ganas dan liar kembali bibirnya
mengulum puting susuku yang masih sakit,
membuat kumenjerit kesakitan.
Jeritanku, rontaanku malah membuatnya
semakin ganas, tidak saja ia mengulum kedua
puting susuku, namun ia menggigitnya keras-
keras membuatku semakin keras menjerit-jerit
kesakitan sambil meronta-ronta berontak ingin
lepas dari tindihannya. Namun Ifan justru
semakin liar dan ganas. Kepalanya terus turun
dari dadaku, menjelejahi perutku, lalu aku tak
tahu bagaimana melukiskan rasanya ketika
kurasakan lidahnya menyentuh kelentitku,
sementara kedua tangannya kini meremas-
remas susuku sekuat-kuatnya. Rasa nikmat
bercampur rasa sakit membuatku semakin
meronta-ronta.
Aku semakin menjerit-jerit histeris, nggak tahu
apakah jerit kesakitan atau jerit kenikmatan ketika
kurasakan kelentitku dihisapnya kuat-kuat
sehingga hampir seluruhny masuk ke dalam
rongga mulutnya dan kurasakan lidahnya
bergerak licah kesana-kemari mempermainkan
kelentitku yang ada dalam mulutnya di sela-sela
gigi-giginya. Namun kemudian aku benar-benar
menjerit kesakitan, bahkan sampai meraung-
raung ketika kurasakan gigi-gigi Ifan menggigit
dan mengunyah kelentitku. Aku benar-benar
merasakan rasa sakit yang amat luar biasa.
Semakin aku menjerit semakin buas pula Ifan
menggigit dan mengunyah kelentitku.
Aku sudah hampir pingsan ketika Ifan
menghentikan gigitan dan kunyahannya di
kelentitku. Ia kembali berubah menjadi binatang
buas yang mengerikan. Dengan kasar
direnggangkan kedua pahaku dan kembali ia
menindihiku sambil memasukkan miliknya
dalam kemaluanku. Aku meronta-ronta sekuat-
kuatnya karena sambil menggerakkan miliknya
keluar masuk dalam lubang kemaluanku, kini
mulut Ifan kembali menggigit dan mengunyah-
ngunyah kedua puting susuku secara
bergantian. Semakin kuat aku meronta, semakin
keras aku menjerit dan menangis kesakitan, Ifan
semakin ganas pula sampai akhirnya terasa
tubuh Ifan menekan tubuhku sekuat-kuatnya
dan giginya yang tajam terdengar bergemeletuk
menggigit puting susuku sampai aku meronta
sekuat-kuatnya dan terasa kembali cairan hangat
menyemprot ke dalam lubang kemaluanku. Ada
rasa nikmat tapi rasa nikmat itu masih
terkalahkan oleh rasa sakit yang tiada tara.
Kami tergolek lemas, tenagaku benar-benar
sudah habis, tak kuasa aku menggerakkan ujung
jariku saja. Kubiarkan Ifan tetap terbaring
menindihi tubuhku. Aku menangis tersedu, tidak
saja oleh rasa sakit yang masih mendenyut-
denyut dari bekas cambukan punggungku dan
bekas gigitan Ifan di kedua susuku, melainkan
lebih oleh rasa sakit hati dan kecewa. Betapa Ifan
yang kucinta sepenuh hati dan ingin kuserahkan
segenap hidupku, jiwa ragaku, kok tega berbuat
sekasar itu pada diriku.
Mendengar tangisku, Ifan tampaknya tersadar
dan dengan cepat meloncat dari atas tubuhku.
Aku bisa bernafas lega sebab ia sudah tidak
menindihku lagi. Ifan tampak melotot
memandangi tubuhku yang telanjang dan darah
meleleh dari kedua puting susuku yang luka
akibat gigitannya. Ifan tersadar dan kembali
menangis memohon-mohon ampun dan aku
yang masih lemas tak mampu menolak
tangannnya yang mengusap-usap kedua
putingku yang luka,meski sebenarnya aku ingin
marah dan tak sudi disentuh. Tapi mulutku tak
bisa menahan aduhanku ketika Ifan
membersihkan darah yang mulai mengering
dari puting susuku. Mula-mula Ifan dengan hati-
hati membersihkan darah dari sekitar puting
susuku, namun lama-lama ketika mendengar
rintih kesakitan dari mulutku, tangan Ifan
semakin kuat mencengkeram kedua susuku.
Pasti saja aku merintih lebih keras sambil
meronta-ronta.
Selanjutnya Ifan semakin ganas meremas-remas
dan mencubit puting susuku, bahkan memilin-
milin puting susuku yang luka itu sehingga
terasa darah kembali merembes keluar
membasahi tangan Ifan. Akibatnya aku semakin
meronta-ronta dan rtintihan kesakitanku semakin
keras dan Ifanpun semakin liar, semakin ganas
dan semakin buas memperlakukan aku yang
sudah nggak bisa melawan lagi. Ketika rasa sakit
tak bisa kutahan lagi, aku meronta-ronta sambil
menjerit-jerit kesakitan tetapi justru hal itu
semakin membuat Ifan semakin buas dan liar.
Ditelentangkan kembali aku yang berusaha
telungkup agar kedua susuku selamat dari
remasannya, lalu direnganggkannya kedua
pahaku dan ia sudah di atas tubuhku. Dengan
ganas dan liar ia kembali menyetubuhiku, sambil
mulutnya mengulum, menggigit dan
mengunyah kedua susuku secara bergantian.
Aku hanya bisa meronta dan menjerit kesakitan,
namun Ifan semakin liar dan cepat sampai
akhirnya ia mengigit putingku sekuat-kuatnya
ketika ia mencapai puncaknya dan akupun
menjerit sekeras-kerasnya karena menahan rasa
sakit yang tak terperikan.
Rasa sakit yang amat sangat menjadikan
tubuhku mengejang dan akibatnya kembali milik
Ifan terjepit kuat oleh vaginaku yang menegang
dan mengencang ketika aku menahan rasa sakit
yang amat sangat. Ifan kesulitan menggerakkan
miliknya karena kuatnya jepitan vaginaku.
Namun hal itu justru membuat Ifan semakin
kuat menekan dan menarik miliknya sambil dari
mulutnya yang menggigit puting susuku juga
keluar erang kenikmatan, sampai akhirnya
kembali terasa cairan hangat menyemprot ke
dalam vaginaku. Rasa sakit yang amat sangat
membuat pandanganku gelap dan aku tak ingat
apa-apa lagi.
Aku tersadar dari pingsanku ketika kurasakan
rasa sakit berdenyut-denyut dari dadaku dan
ketika kubuka mataku, Ifan tampak
membersihkan darah yang semakin banyak
merembes membasahi kedua bukit susuku.
Mendengar desis kesakitanku, terasa tangan Ifan
meremas susuku semakin kuat. Hal ini membuat
aku kembali mengerang kesakitan sambil
meronta.
Tampaknya erang kesakitanku kembali
merangsang Ifan, ia semakin kuat meremas-
remas susuku, lalu kembali ia mengulum,
mengunyah dan menggigit kedua susuku,
menjadikan aku kembali menjerit-jerit kesakitan.
Namun hal ini justru membuat Ifan bertambah
ganas dan kembali ia dengan liar dan ganasnya
naik ke tubuhku dan aku hanya bisa menangis
menjerit-jerit kesakitan ketika ia mengayun-
ayunkan pantatnya di atas tubuhku dan
mulutnya mengunyah dan mengigiti kedua
puting susuku. Kembali rasa sakit yang amat
sangat membuat tubuhku mengejang menahan
rasa sakit dan kembali milik Ifan terjepit vaginaku
sekuat-kuatnya sampai ia nggak bisa dengan
mudah menggerak-gerakkan miliknya keluar
masuk milikku.
Aku masih tergolek lemas tak kuasa
menggerakkan sedikitpun semua anggota
tubuhku ketika Ifan terpaksa berangkat ke kantor
karena cuti bulan madunya habis. Ia harus
bertugas ke luar daerah selama seminggu. Ia
tampak amat khawatir dan sebenarnya tak ingin
pergi, tapi bossnya di kantor telah
meneleponnya. Ketika akan berangkat kembali
Ifan menangis tersedu-sedu meminta maaf.
Meski di satu sisi hatiku aku amat marah dan
menyesal kawin dengannya yang
memperlakukan aku dengan liar dan ganas
sampai aku menderita rasa sakit yang tiada
terperikan, namun di sisi relung hatiku yang lain
aku tetap mencintainya dengan tulus. Akhirnya
aku menganggukkan kepala sambil membelai-
belai kepalanya yang tersedu-sedu di dadaku,
ketika ia kembali dengan pandangan mata yang
amat memelas meminta maaf. Aku berusaha
tersenyum ketika menganggukkan kepalaku, dan
mendorongnya untuk pergi bekerja. Akhirnya
baru Ifan mau berangkat ke kantor.
Sepeninggal Ifan aku tercenung sendirian.
Tubuhku masih sakit semua stlh semalaman
nggak tahu berapa kali kami bercinta. Di satu sisi
aku merasa bahagia krn ternyata Ifan tidak
impoten seperti yg selama ini kupikirkan karena
sebulan setelah pernikahan aku masih perawan;
tapi di sisi lain aku mulai khawatir mengapa
gairah Ifan justru terangsang ketika aku merintih
kesakitan dan semakin ganas dan liar ketika aku
menangis meronta kesakitan? Jangan-jangan …
aku tak berani meneruskan andai-andai dalam
pikiranku.
Kusibakkan selimutku dan aku yg masih
telanjang dgn tertatih-tatih berjalan menuju ke
muka cermin. Rasa sakit yg amat pedih terasa di
selangkanganku. Ketika aku berdiri di muka
cermin, tampak masih ada darah mengering di
pangkal pahaku.
Melihat itu aku bangga sebab aku bisa
mempersembahkan keperawananku kepada Ifan
yg amat kucintai. Tapi ketika mataku terarah ke
bayangan tubuhku yg telanjang, aku bergidik
ngeri. Masih terlihat jelas bilur-bilur merah tua
malang melintang di sekujur tubuhku bekas
cambukan tadi malam; dan juga tampak sekali
gigi-gigi Ifan masih membekas di kedua puting
susuku dan daerah di sekitarnya. Luka-luka itu
masih merembeskan darah dan rasa sakitnya
masih mendenyut-denyutterasa amat
menyakitkan.
Kembali aku bertanya-tanya. Seribu satu
pertanyaan masih berputar di kepalaku. Mengapa
Ifan justru terangsang hebat stlh mencambuki
aku? Mengapa ketika aku meronta sambil
menangis menjerit-jerit kesakitan justru Ifan
menubrukku dgn ganas dan akhirnya berhasil
merobek selaput keperawananku? Mengapa
setelah itu ketika membelai tubuhku yg sakit dan
aku merintih kesakitan justru gairah Ifan bangkit
lagi? Mengapa Ifan semakin ganas menggigiti
kedua susuku sampai aku meronta-ronta dan
menangis kesakitan? Apakah Ifan …? Pertanyaan
itu sengaja tak kuteruskan sebab aku takut
sendiri akan jawabannya.
Dgn malas aku kembali berbaring sambil
mengambil roti lapis yg tadi sudah disiapkan Ifan
ketika mau berangkat. Ketika memegang roti
panggang lapis daging dan susu hangat di gelas,
aku teringat Ifan, betapa dia masih
menyempatkan menyiapkan makanan itu
untukku? Betapa dia penuh penyesalan sampai
memangis ketika gairahnya telah mereda dan
melihat tubuhku yg penuh luka? Namun kenapa
ia kembali menjadi ganas dan liar begitu
mendengar rintih kesakitanku? Apakah aku hrs
mengalami spt ini setiap melayani Ifan? Kembali
aku nggak berani menjawab. Aku takut
membayangkan kenyataan yang terbentang di
hadapanku.
TAMAT


Adult | GO HOME | Exit
1/908
U-ON

inc Powered by Xtgem.com